Kamis, 23 Maret 2017

Perahuku Kamu

(dengar dan resapi)
.
.
Aku sebagai Nakhkoda, dan kamu sebagai Pemegang Kompas dalam sebuah perahu kecil sedang mengarungi lautan yang luas. Kita ingin sampai pada tujuan yang sama, namun terjebak ditengah lautan dengan keadaan yang tak pasti. Mungkin kita sedang pada masa-masa yang sulit.
.
Kita terjebak diantara guyuran ombak yang begitu besar, terhuyung kesana kemari karena cuaca yang sering berganti. Ada kalanya siang pun menjadi begitu terik. Ada kalanya hujan menghajar kita dengan serbuan gemuruh petir dibawah cakrawala.
.
Percayalah, semua ini adalah ujian. Ujian untuk tahu, seberapa kuat kita terus berani berlayar.
.
Aku tahu kamu ingin cepat sampai, aku tahu kamu ingin cepat untuk beristirahat. Tapi waktu, tahu dimana tempat yang pas untuk kita sampai. Untuk kita akan berlayar lagi suatu saat nanti.
.
Mungkin ini terdengar mudah, tapi ada alasan kenapa Tuhan itu ada. Agar kita memiliki sifat percaya. Untuk itulah Tuhan mengajar kan kita untuk berlutut, menangis dan berdoa. Agar kita mau bersabar. Agar kita mau menanti, bahwa kapal kita pasti akan sampai.
.
Dan entah berapa ratus ribu kali saya memikirkannya. Aku yakin, kapal kita pasti akan sampai, pada tujuan yang tepat. Dan orang-orang akan tahu, seberapa kuat usaha kita saat ini.
.
.
Ya, aku percaya kapal kita pasti akan berlabuh ⛵
.

Selasa, 21 Maret 2017

Surat Untuk N

Setiap kali saya melihat kamu, atau memikirkan kamu. Saya selalu jatuh cinta seperti awal kali bertemu. Atau saya sudah berulang kali jatuh cinta dan masuk terlalu dalam ke relung hatimu.
.
Seperti anak kecil yang merengek meminta akan sesuatu, saya selalu ingin cepat bertemu dengan kamu. Menggandeng tanganmu ketika berjalan bersama. Menggenggam erat tanganmu ketika hujan menyapa. Atau tersenyum bersama mendengar candaan masing-masing.
.
Setiap hari, aku ingin berjalan satu langkah dihadapanmu, bukan karena aku tak menghormatimu. Aku hanya ingin menjadi perisai yang melindungimu. Benteng yang ada untuk kamu. Sebagai pendukungmu jikalau kamu takut akan sesuatu.
.
Aku, ingin selalu menghabiskan waktu denganmu, dari cahaya pagi menyapa hingga sinar bulan menyinari. Akan terasa mengasikkan jika kita lelah bersama lalu tidur bersebelahan. Aku bisa memandang matamu dari dekat, mata yang seindah Ibu. Se-jernih bayi ketika pertama kali lahir.
.
Aku ingin mengisi waktu luangku dengan mengajakmu kesuatu tempat. Dimana tidak ada orang lain, yang ada hanya aku dan kamu, dimana disana kita bisa berlarian hingga letih. Hingga akhirnya kita beristirahat pada sebuah pohon teduh diatas bukit. Kita bisa melihat seluruh dunia dari sana.
.
Aku.. selalu mencoba membawakanmu hal-hal baru yang kita berdua belum pernah mencoba. Walau suatu saat nanti akan ada kebosanan yang mengganggu, kita akan selesaikan bersama dan bermain lagi seperti anak kecil.
.
Aku, tak pernah lelah memikirkanmu. Tak pernah henti menantikan waktu, kita bisa hidup bersama. Duduk memandang anak-anak kita suatu saat nanti. Bercanda, tertawa bersama mereka hingga tua terlewati.
.
.
Tertanda.
.
Laki-laki penuh kekurangan yang mencintai kamu :)


Selasa, 27 September 2016

Mendung, Hujan & Kita ~


Mendung.
.
Kita berdua pernah jadi mendung, atau mungkin, saat ini kita berdua sedang mendung. Kebanyakan orang bukan takut kepada hujan. Kebanyakan dari mereka takut akan mendung, menerka-nerka dan menduga, akan terus berjalan atau berhenti, berteduh, hingga hujan tiba. Menunggu mendung menduga-duga, sepertinya kita pada perasaan yang sama. Mengira-ngira.
.
Menunggu mendung seperti menunggu hal yang tidak pasti, kita hanya akan ditakutkan pada pendugaan yang tak semestinya. Pendugaan yang akhirnya membuat kita berandai-andai, dan akhirnya menyesal pada salahnya penentuan. Pada salahnya pemberhentian. Pada salahnya, hujan yang tak tiba.
.
Jika mau, kita hanya perlu berjalan bersama di atas mendung tanpa takut akan turun hujan. Kita hanya perlu menari di atas hujan, bukan menunggu mendung hingga hujan tiba, lalu reda.
.
Kita pasti bisa, jika bersama. Mendung hanyalah hal yang akan pergi. Semuanya akan tergantikan dengan cerah yang menghangatkan pegangan kita. Pasti.


Minggu, 17 Juli 2016

Karena Aku Takut Tanpa Kamu


Aku tahu, kamu tidak menulis banyak hal tentang ku karena kamu memang tidak pintar menulis. Kamu hanya membuktikan dari sekian banyak tindakan yang bisa kamu lakukan. Kasihmu, tanpa hitungan, tak terhitung seberapa ratus banyak kamu memberikannya tanpaku sadar.

Aku tahu, disetiap aku bersedih kamu ikut menangis dan mencoba memberikan ku semangat. Entah apapun bentuknya kadang aku sendiri pun tidak sadar.

Aku tahu, disetiap kebahagiaan yang saat ini aku rasakan adalah hasil dari doa yang kamu panjatkan.

Aku tahu, ketika aku terluka pun, hatimu juga tergores penuh kesakitan.

Untuk itu aku akan membalasnya. Aku akan membalasnya dengan menjemputmu sebisaku. Aku akan membalasnya dengan jutaan canda yang akan membuat kamu tertawa. Aku akan membalasnya dengan tidak membiarkan kamu sendirian, aku akan berada disampingmu, menanti, hingga gelap menghilang. Karena sendiri itu tidak menyenangkan. Karena akupun takut sendirian.

Aku takut tanpa kamu.

Aku akan membalasnya dengan hal-hal bodoh yang mungkin akan membuat kamu marah, namun memaafkanku pada lain hari yang aku nantikan.

Aku akan membalasnya meskipun kamu tidak meminta. Karena aku, akan memberikan segalanya.

Selasa, 07 Juni 2016

Kayuhan Sepeda Tua (part 4)


.
Mula-mula gue berjalan tanpa takut, namun setibanya didepan pintu gerbang. Kaki gue berhenti, seperti tertanam di dalam dasar tanah. Gue melihat ke arah kanan dan kiri, seolah aman, gue terlihat seperti pencuri yang akan mengambil pakaian dalam wanita dikosan putri. Dengan satu tarikkan napas, gue mendorong pintu gerbang dengan perlahan, pelan-pelan, tapi pasti, sedikit menahan dorongan supaya tidak menimbulkan suara dencit yang mengganggu penghuni kosan. Langkah pertama pun sukses.
.
Lagian gue hanya mengantarkan makanan, apa salahnya pikir gue. Sambil menenteng jas almamater, gue berjalan gagah berani. Sungguh maling yang tak kenal takut.
.
Baru sampai di depan pintu kamarnya, gue langsung menemukan dia sedang mengobol berdua bersama temannya. Gue hening. Mampus, gumam gue, sambil keluar keringat dingin. Dia lalu menghampiri gue dengan heboh, "Kamu kesini naik apa? Aku BBM kok gak kamu buka? Kamu masih marah? Kamu capek? Kamu mau teh anget?" tanyanya, begitu khawatir.
.
Gue tersenyum, lagi-lagi, setelah seharian penuh kesialan, lelah gue runtuh saat berhadapan dengannya. Dengan kamu ♡.
.
Gue mengeluarkan isi dalam tas. "Aku bawain kamu nasi bungkus, lauknya telur. Kamu pasti belum makan?"
.
Dia menerima tanpa bertanya.
.
"Yasudah ya, aku pulang." Gue akan berlalu sebelum tangannya memegang tangan gue.
.
"Kamu masih marah? Kenapa BBM ku gak kamu balas?" tanyanya dengan gelisah.
.
"Paketanku habis kali," Gue ngeles sebisanya.
.
"Terus ini kamu pulangnya naik apa?"
.
"Aku jalan kaki, kunci motorku hilang nggak tahu dimana," kata gue datar.
.
"Aku antar kamu pulang ya, tunggu sebentar." Dia masuk ke dalam kamarnya, mengambil jaket dan helm.
.
"Tapi aku malah ngerepotin kamu. Aku jalan kaki aja gak papa." Gue memutuskan memang ini yang terbaik.
.
"Kamu belikan aku makan juga sudah ngerepotin kamu. Sekarang gantian aku yang bantuin kamu. Ayok!" paksanya dengan tegas.
.
Gue mengalah, merelakan kaki dan badan ini diantarkan dia pulang. Kaki gue sudah lelah. Mungkin emang dia jalan satu-satunya bagi gue pulang.
.
Bukan, bukan hanya untuk pulang. Dia adalah jalan satu-satunya, bagi gue untuk kembali.

Kamis, 19 Mei 2016

Kayuhan Sepeda Tua (part 3)



Pukul 3 sore.
.
Teman-teman gue sudah pulang duluan dari jam 1 tadi karena ada mata kuliah yang harus diikuti. Tentu saja gue membolos lagi. Haha, gue tertawa pahit. Gue menghisap satu batang rokok dengan duduk di depan jalan raya. Gue melihat motor dan mobil berlalu lalang dengan cepat. Hari ini gue juga izin ngelatih, ada banyak pekerjaan di DPRD, tutup tahun artinya banyak laporan yang harus diarsipkan untuk membuka pembukuan baru di tahun depan.
.
Fiuh.
.
Rasanya lelah, batin gue.
.
Ketika gue mau pulang, gue mencari kunci sepeda motor dikantung celana, gue mencari di dalam tas. Gak ada. Gue mendengus, siapa yang harus gue hubungi. Batrai di hape tinggal 3%. Gue menghela napas. Dosa apa lagi gue. Gue melihat isi dompet, tinggal 20 ribu.
.
"Pak saya titip motor saya, ya. Kunci motor saya hilang," kata gue kepada bapak Satpam.
.
"Iya dek, gak papa. Tapi tadi dikunci stang gak?"
.
"Iya sudah kok pak. Kalo gitu saya pulang dulu ya pak. Mari."
.
"Iya dek, hati-hati."
.
Gue berjalan kaki dengan lemas. Almamater gue pegamg seadanya, tas menggantung tak karuan. Uang 20 ribu gak akan cukup untuk naik taxi. Hape ditangan sudah mati. Sial, sial, sial. Entah karma apa yang barusan gue dapat.
.
Sebelum kembali ke kosan, gue berniat untuk makan. Dari tadi pagi gue belum sarapan. Gue berhenti di warung belakang kampus. 
.
"Pak saya pesan nasi bungkus pakai telor, 2."
.
Gue membayar 16 ribu. Untung cukup. Kamu pasti belum makan. Dasar bodoh, kenapa harus membelikan dia. Ah sudah lah. Terserah dia mau makan atau tidak.

Rabu, 11 Mei 2016

Kayuhan Sepeda Tua (Part 2)


Tiba-tiba dia mengambil kecap di depannya. Gue menjaga jarak, pikiran gue kemana-mana. Jangan-jangan gue mau di siram pakai kecap gara-gara nembaknya maksa. Uh. Gue menghela napas. Deg-deg kan.

"Huh, hah." Kata dia. "Baksonya pedes." Dia mengalihkan pembicaraan. Gue mendengus.

"Kirain apa!" Kata gue stres sendiri.

Lagi-lagi dan setiap kali gue ngebahas masalah tentang kita, dia masih selalu mengalihkan pembicaraan. Dia masih sama seperti yang dulu. Gue tersenyum pahit.

Selesai makan, kita berdua pulang. Tak ada perpisahan yang romantis, nembak secara maksa buat dia nggak ngaruh. Hati gue berantakan.

Sampai dikosan, gue langsung merebahkan badan di kasur. Bahu gue pegal, otok leher  gue berasa ditarik. Kayaknya kali ini gue emang harus nyerah, gue sudah kehilangan harapan untuk mengejar dia lagi.

Gue akan pindah. Pindah sangat jauh dari hatinya yang dingin.
.
KE ESOKAN harinya gue menjalani rutinitas seperti biasa. Karena gue sedang magang di DPRD Surakarta, gue jadi punya kegiatan sebelum berangkat ngelatih Bulutangkis sore harinya. Orang bilang, cara paling tepat untuk melupakan seseorang adalah mencari kegiatan. Kegiatan yang bisa bikin kita lelah. Kegiatan yang bisa bikin hati kita lelah.

Tentang dia, entahlah, gue sedang gak mau ngebahas tentang dia, gue sedang mencoba menguburnya jauh sampai dasar. Di depan gue mesin foto copyan menyala dengan kertas yang keluar dengan rapi. Temen gue Ali, menepuk pundak gue. "Kenapa lagi? Ngelamun mulu."

"Eh enggak," kata gue sambil membereskan foto copyan yang hampir selesai.

"Gak usah bohong, jujur aja. Masih kepikiran dia?" Tanya Ali sotoy.

"Enggak kok."

"Kalo masih ngejar juga gak papa. La gimana, udah bbman atau teleponan belum?"

"Kontaknya kan masih gue delkon. Instagram juga masih gue blok." Gue menghela napas. Emang sih kami berdua sudah berbaikan. Tapi berbaikan dan jadi teman biasa itu terlalu susah bagi gue.

"Bukannya kalian udah baikan ya?" Tanya Ali, sambil ikut membereskan foto copyan yang harus segera di serahkan ke Ibu Djanti, salah satu orang yang bekerja di DPRD bagian keuangan.

"Udah sih," gue garuk-garuk kepala lalu melanjutkan. "Tapi aneh aja. Kita berdua masih gak bisa pacaran. Dia masih gak enak sama temennya. Setiap gue ngomongin tentang hubungan kita, dia selalu aja ngelak. Gue bener-bener gak paham."

"Semuanya butuh proses kan, Kay." Ali menasehati. "Enggak yang langsung-langsung aja. Dia juga pasti mikir tentang perasaan lo, perasaan temennya dan juga perasaan dirinya sendiri. Jangan dipaksa buru-buru. Kasihan dia juga."

Gue mengangguk pasrah. Ali benar juga, mungkin gue terlalu maksain apa yang gue mau kepada dia, sampai dia bingung harus memberikan jawaban. Gue memaklumi.

"Makasih, Li." Gue menepuk pundak Ali, "Tapi gue juga gak mau nunggu nunggu dan nunggu lagi. Perasaan gue kesepian tanpa dia. Badan gue jalan kemana-mana, tapi hati gue masih sama dia. Kalo dia kembali, gue mau dia jangan pergi lagi." Gue berlalu, dan meninggalkan Ali dengan sebuntal foto copyan yang sudah ditunggu.
.

Bersambung ~ ...

Kayuhan Sepeda Tua (Part 1)



.
Di awal bulan Desember 2015, sepulang dari acara susur pantai di Jogja, gue dan dia kembali mengobrol seperti biasa. Setelah dua minggu tidak saling menghubungi masing-masing, entah keajaiban apa yang terjadi, gue dan dia berhasil berbaikan. Semesta mungkin sudah lelah, ngeliat gue dan dia berantem terus.

Awalnya kami emang ngobrol seperti biasa, tapi karena ada satu hal yang mengganjal, gue pun bertanya kepada dia. "Jadi sekarang itu kita ngapain ya?" Tanya gue di warung bakso langganan gue. Dia sedang menyeruput kuah baksonya yang kental dengan sambal.

Dia menatap gue bingung.

"Iya kita itu ngapain? Dulu kamu pernah tanya kan kalo kita itu sebenarnya ngapain. Sekarang gantian aku yang tanya, kita itu sebenarnya ngapain?" Gue kembali memperjelas.

"Aku masih gak tahu." Katanya bingung.

"Kamu gak tahu sama perasaan kamu atau sama yang lain?"

"Aku sayang kok sama kamu. Tapi aku tadi ketemu dia, jadi aku sungkan lagi sama dia, sama kamu juga." Dia berkata dengan tatapan muka memelas.

Gue memundurkan duduk, menatap dia dengan serius. "Sampai hari ini saya masih sayang sama kamu. Nggak tahu kenapa perasaan saya sama kamu masih aja sama. Bahkan ketika 2 minggu kita gak tahu kabar masing-masing saya masih sayang sama kamu. Ngeliat kamu yang sekarang, aku kayak ngeliat mata ibu dari anak-anak ku nanti." Gue berkata serius, dia ketawa kecil.

Lalu gue melanjutkan. "Tapi aku gak bisa cuma jadi temen kamu. Aku gak bisa nunggu dan nunggu lagi kayak waktu dulu, aku gak bisa. Aku gak bisa lihat kamu jalan sama orang lain. Rasanya sakit aja."

"Terus maunya kamu apa?" Dia balik bertanya.

"Ya pacaran lah, orang aku sayang sama kamu!" Kata gue tegas. Biasanya, dalam acara sinetron atau film-film, pas adegan cowok nembak cewek itu selalu diisi dengan hal-hal dan bau-bau yang romantis. Kali ini beda banget, gue udah kayak kondektur yang lagi nagih duit ongkos ke penumpang. Gue memberikan tatapan kepada dia yang seandainya bisa ngomong. Mungkin gini jadinya. "Bayar lo! Kalo gak gue lempar lo keluar!" Percayalah Man, kadang nembak cewek agak maksa itu ngaruh. 99% ngaruh banget. Percaya~lah!

Dia hening, belum memberikan jawaban.

Bersambung ~ (part II)


Senin, 16 November 2015

Hati Ini Selalu Untuk-mu

Ada hati yang berpura-pura baik-baik saja meskipun hatinya terluka.

Ada hati yang menjaga banyak hati namun menyakiti diri sendiri.

Ada hati yang saling menunggu namun hanya duduk diam dibungkam keadaan, lalu dengan sekuat tenaga mencoba mengikhlaskan.

Ada hati yang sama-sama ingin bersama namun hanya sanggup mendoakan. Dalam konotasi pasrah kepada waktu. "Dengan siapapun kamu, aku bahagia."

Ada hati manusia yang bahkan pengertiannya bak Dewi yang sanggup membagi hati kepada masing-masing perasaan. Namun lupa yang dia cari apa? Yang dia cari siapa? Bahagianya harus dibagi untuk siapa?

Ada hati yang sanggup mencintai dalam keheningan yang digoreskan lewat air mata lalu memudar bersama tawa penuh pura-pura.

Ada yang membenci namun tak sanggup mencemoh, memberikan mereka pengertian bahwa dia juga terluka.

Ada hati yang malu mengakui, terlalu percaya diri didepan umum, tapi sebenarnya dia telah kalah telak di depan keadaan.


Kamis, 08 Oktober 2015

Untuk Kamu Yang Sudah Bisa Pindah

UNTUK kamu yang sudah bisa pindah. Persilahkanlah lah orang ini mengenang kembali. Persilahkanlah dia duduk dalam sepi. Dia sedang melakukan hal yang sama, mencoba pindah dalam jutaan perih. Mencoba tak ingat tapi sakit sekali. Keanehan selalu muncul tak kala tawamu terdengar lagi. Seperti tak ingin lari. Aku harus melepas kamu pergi.

Untuk kamu yang sudah bisa pindah. Pertahankanlah hatimu untuk tetap tidak gundah. Keputusanmu sudah jadi jaminan terbaik untuk pisah. Aku mengerti. Namun hati mencoba mengingkari.

Untuk kamu yang sudah bisa pindah. Aku selalu mendengar alunan lagu sendu, dikala aku meratapi masalalu. Mungkin aku sedikit munafik. Merelakan kamu yang masih aku tunggu. Namun diam saja disitu, aku tak kan sampai hati merebut bahagiamu. Aku bisa apa. Yang sanggup aku lakukan hanya mendoakanmu. Dengan siapapun kamu, aku bahagia. Dengan siapapun aku, agar aku bisa lupa sama kamu.

Untuk kamu yang sudah bisa pindah. Tetaplah melaju ke depan. Jika ada kesukaran mengganggu. Jangan sungkan untuk menghampiriku. Membuka hati untuk hal usang memang membosankan. Namun orang ini sedikit banyak dapat membantu. Jangan ragu, usap tangismu, asah semangatmu. Pundakku yang resah akan menjadi bagian terakhir yang aku punya untuk menyambutmu. Jangan bersedih, aku bersamamu. Tuhan mencintaimu.