Minggu, 28 Desember 2014

Sapri sama Mytha (Happy Wedding Mytha)


Malam ini, sepasang teman akrab, menepati janji untuk bertemu di taman. Di dekat kolam ikan, seorang gadis cantik, berambut panjang, duduk bersantai sambil melemparkan roti sisa yang tidak termakan ke tengah kolam. Para ikan yang lapar berebut menyerbu roti itu. Gadis itu pun tersenyum. Sungguh, senyuman yang menawan, seperti jingga di sore hari. Seperti embun yang menyejukkan.

Namanya Mytha.

Sedangkan laki-laki yang menemani Mytha sedang membeli minuman hangat.

Hari ini adalah hari terakhir Mytha melajang. Dan laki-laki yang beruntung, menemani Mytha di pesta perpisahan masa lajangnya adalah, Sapri. Teman yang sudah lama tidak bertemu. Sapri tinggal di Solo, sedangkan Mytha tinggal di Jawa Timur.

Selesai membeli 2 gelas milk coffee, Sapri pun berjalan kembali ke arah Mytha yang tengah menunggu. Dari kejauhan, Sapri bisa melihat Mytha sibuk melempari roti ke dalam kolam. Hatinya sedikit terenyuh, kakinya berhenti berjalan cepat. Ada rasa ingin berlari dan meninggalkan Mytha. Tapi ada sesuatu juga yang menahannya. “Ini adalah hari terakhirku untuk bisa menemaninya. Sekali lagi, dan tidak ada waktu untuk besok.” Batin Sapri terisak.


Sapri menghela napas panjang. “Eheeem. Itu kan roti ku. Kenapa semuanya dikasih kan ikan? Kalau aku lapar, Mytha harus bertanggung jawab.”

Mytha masih tersenyum. “Yaudah, Sapri ikut nyemplung aja di kolam. Ikut makan bareng ikan. Hihihi.”

Sapri memonyongkan bibirnya, mirip ikan koi kebanyakan makan sambel. Mytha tertawa kecil.

“Ini minumannya.” Sapri memberikan satu gelas milk coffee panas. “Hati-hati panas.”

Mytha memegang minumannya dengan hati-hati, terlihat kepulan asap menandakan panasnya milk coffee itu. Dengan perlahan, Mytha meneguk minumannya. Mytha kepanasan, bibirya manyun. Sapri cengengesan, tapi matanya melirik leher Mytha yang putih jenjang. Melirik wajah Mytha yang cantik nan polos. Melirik Mytha-nya yang selalu menggetarkan hatinya.

Mytha menemukan Sapri yang sedang mengawasi dirinya. “Makasih Sapri.” Kata-kata itu (‘makasih’ tanpa rasa bersalah) memang selalu Sapri dengar berkali-kali keluar dari bibir Mytha sejak dulu.

“Sekali-kali Mytha minum dengan pelan. Tidak cepat-cepat. Itu kan panas, selalu saja tumpah ketika minum. Rasanya masih seperti anak kecil.” Sapri memberikan tissue.

“Iya-iya maaf. Kita sudah hidup lama sebagai anak kecil. Kita juga sudah berubah menjadi orang dewasa. Dulu, Sapri bisa tahu bagaimana tomboynya aku sewaktu kecil. Kita berdua tahu kekurangan, kejelekan, dan kelebihan masing-masing. Itu semua karena Sapri dan Mytha selalu bersama. Tidak ada orang yang lebih mengerti Mytha kecuali Sapri.” Mata nanar Mytha menatap Sapri yang sedang tertegun. Dulu mereka memang teman dekat, kemanapun selalu bersama. Tapi, keadaan, memisahkan mereka. Sapri harus pindah rumah.

“Mulai besok, akan ada orang yang lebih mengerti kamu, Mytha,” Sapri hanya bisa bicara dengan hatinya yang kosong.

Mytha menepuk tempat duduk di sampingnya. Menyuruh Sapri untuk duduk di sebelahnya. Tidak ada kekuatan untuk menolak, ataupun daya untuk berkata tidak.

“Sapri, apa kita bisa terus bersama seperti ini?” Mytha menyandarkan kepalanya di bahu Sapri. Sapri tahu, saat ini hatinya ingin meledak.

“Sepertinya jadi sangat sulit.” Sapri memandang ke atas langit.

“Kenapa?” tanya Mytha penuh rasa heran.

“Jalan dengan teman yang sudah punya pacar. Itu masih mungkin bisa terjadi. Tapi, jalan dengan istri orang lain?” Sapri berhenti bicara, pandangannya kosong.

Mytha langsung merangkul hangat tangan Sapri.
_______

Malam itu, Mytha lah yang mengajak ku untuk bertemu.

Sejak kami berpisah sangat lama, Mytha meminta ku untuk datang ke Jawa Timur menemuinya. Aku berusaha untuk datang karena Mytha memberi tahu, jika 2 hari lagi ia akan menikah dengan seorang laki-laki mapan yang sudah meminangnya. Saat itu aku masih belum percaya, apabila Mytha sudah siap untuk berumah tangga. Rasanya baru seperti kemarin kita berdua tidak bertemu, dan sebentar lagi dia akan menjadi istri laki-laki lain.

Setelah aku bertemu dengannya, aku pun tersadar. Mytha yang dulu aku kenal memang bertambah dewasa, tumbuh menjadi seorang perempuan yang siap menjadi seorang Ibu. Menyebutnya seperti anak kecil, adalah alasan ku bernolstalgia dengannya.

Pulang dari taman, aku masih mengantarkan Mytha sampai ke rumahnya. Di halaman rumah Mytha yang luas, aku melihat mobil Outlender Sport berwarna putih, terparkir. Mytha bilang itu adalah mobil calon suaminya. Di saat itu, aku semakin berkeinginan untuk mengantarkannya sampai ke dalam rumah. Bertemu dengan ke dua orang tua Mytha, yang sudah aku anggap sebagi keluargaku sendiri. Dan pastinya bertemu dengan lelaki itu.

Tetapi, Mytha melarang.

Aku mengerti, apa yang Mytha perbuat adalah benar. Semua akan lebih baik bila begini.

Sebelum Mytha meninggalkan ku, ia memberikan sebuah senyum perpisahan. Aku melihat matanya yang nanar di terangi bulan. Dari sini, aku merelakan Mytha dengan hanya melihat punggungnya yang mulai menjauh. Ada rasa ingin berlari mengejarnya, lalu kemudian memeluknya dari belakang untuk terakhir kalinya. Walau sebentar.

Tapi, aku terus membiarkan Mytha berjalan dan meninggalkan aku sendiri. Tanpa berani mengejarnya. Tanpa berani meneriaki namanya. Atau melambaikan tangan di saat terakhir, berpisah.
Aku memang lelaki yang sangat bodoh.

Di kamar hotel, aku merebahkan tubuhku di tempat tidur. Merenungi kebodohan ku. Ada sesuatu yang tidak bisa... maksudku, belum sepenuhnya bisa, aku relakan.
_____

Keesokan harinya, ketika Mytha menikah, Sapri pulang ke Solo tanpa memberi Mytha kabar.

Hanya sebuah surat kecil yang Sapri berikan kepada Mytha sebelum mengantarkan Mytha pulang. Sapri meminta kepada Mytha, agar surat itu di baca seusai ia menikah. Mytha tahu, sedikitpun, Sapri tidak ingin melihat dirinya menikah dengan lelaki lain.

Mytha membaca surat dari Sapri.

“Happy Wedding My Angel Mytha....

Tak terasa, kamu tumbuh menjadi seorang gadis super cantik..
Maaf belum melihat mu mengenakan pakaian pengantin..
Pasti kamu sangat cantik sekali...
Hei, aku tidak sedang membayangkan hal kotor!!!
Hahaha.. aku hanya bercanda..
Kamu pastilah sangat cantik hari ini..
Hari-hari yang telah lalupun, kamu sama saja cantiknya..
Jika suatu saat kamu menjadi seorang Ibu....
Jangan lupa undang aku lagi kesini...
Karena aku akan sangat bangga, menggendong anak dari perempuan yang pernah aku sukai ketika masih kecil...
Tentunya..
Hingga sekarang ini...
Terimakasih.., untuk waktu bersama kita yang sejenak,
namun berkesan...

Dari sahabat yang menyayangi mu..
Sapri...”


          Mytha tidak bisa menahan air matanya. Hatinya menjerit pilu.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar