Jumat, 22 Agustus 2014

Sapri dan Risna (Beruang Kesepian)


Hari ini Sapri sedang ada acara reunian bersama teman SMP-nya dulu. Sapri datang terlambat karena ia harus memberi makan ternak-ternaknya. Selain berkuliah, Sapri juga bekerja part time sebagai peternak dan penggembala kambing. Bagi Sapri, tidak ada yang lebih nikmat selain jerih payah sendiri.
Karena tahu sudah terlambat, Sapri pun semakin kencang mengayuh sepeda bututnya. Sapri ngos-ngosan, keringatnya kemana-mana. Untung betis kesayangannya tidak meledak kayak gas elpiji 3 KG.
Setelah sampai di rumah Ipul, salah satu teman Sapri di SMP. Sapri langsung memakirkan sepeda bututnya di antara mobil-mobil mewah milik teman-temannya. Sapri tidak gengsi, apalagi malu. Lagi pula, buat apa gengsi dan malu, sepeda butut ini adalah peninggalan kakeknya yang telah tiada. Sapri selalu bangga dengan sepeda itu.
Ipul selaku pemilik rumah dan seksi acara, yang melihat Sapri, telah datang, segera menghampiri Sapri dan memeluk Sapri. Ipul tidak peduli bagaimanapun bau keringat Sapri. Mereka berdua adalah sahabat dekat di SMP. Suka jauh-jauhan pipis bareng, dan kadang suka ngintipin rok cewek dari bawah kolong meja.
“Gimana, Pri kabar kamu?” Ipul bertanya dengan girang.
“Baik kok, Alhamdulillah. Lah kamu gimana kabarnya?”
“Ya, Alhamdulillah sama baiknya. Tapi.., kok, kamu bau wedhus, ya?” Ipul mengendus-endus ketek Sapri.
“Hehehe.” Sapri nyengir. “Aku tadi harus ngasih makan ternak ku dulu.”
“Ya Alloh, Sapri, Sapri. Kamu itu anaknya kolong merat. Kok, mau jadi penggembala wedhus. Padahal bapakmu itu, tukang mebel terkenal. Jokowi aja langganan mebel di tempat Bapakmu. Udah kayak patnernya Bapakmu, malah. Lah kok, anaknya jadi penggembala wedhus.” Ipul menggelengkan kepalanya dengan kencang. Memang benar, Sapri adalah anak orang kaya. Tapi Sapri tidak ingin membanggakan apa yang bukan miliknya.
“Patner? Memangnya pemain badminton. Haha.” Sapri bercanda. “Yang kaya itu Bapak ku, bukan aku. Kalo mau kaya, aku harus berusaha dulu.”
Yawes terserah kamu. Susah kalo ngomong sama kamu. Sana, dinikmati dulu makanannya. Salaman juga sama teman-teman yang lain. Oh iya, gebetan mu, si Risna juga datang. Tapi sayang...” Ipul menarik napasnya dalam-dalam, agak kentut sedikit, lalu dia meneruskan. “Sayang, dia bawa pacar. Ojo sakit hati, terus bunuh diri ya. Hahaha.” Ipul lalu pergi meninggalkan Sapri.
Sapri tertegun, tapi matanya sibuk mencari Risna. Gadis yang pernah ia sukai 2 tahun lalu. Sambil mencari Risna, Sapri mulai menghabiskan makanan yang ada di meja. Sapri sudah lapar.
Tiba-tiba, ada seseorang yang menyentuh bahunya. Sapri nengok, mulutnya masih penuh dengan paha ayam. Ternyata itu Risna. Risna tersenyum kecil. Sapri mangap, paha ayamnya jatuh. Juh jorok.
“Maaf, ganggu kamu makan,” kata Risna yang hampir pergi.
“Oh enggak, aku  sudah selesai kok.” Sapri buru-buru membersihkan mulutnya dengan serbet bekas cuci tangan.
“Kamu apa kabarnya. Kok nggak pernah BBM aku?” Risna menatap Sapri.
Sapri berusaha tegar. “Kenapa aku harus BBM kamu, kalo kamu sudah punya orang lain yang bisa mendengarkan cerita kamu? Kenapa aku harus BBM kamu, kalo ada orang yang lebih bisa nemenin kamu di banding aku? Kenapa harus aku yang BBM kamu duluan, kenapa bukan kamu yang BBM aku terlebih dulu?” Sapri menghela napas panjang.
Risna terkejut. “Kok kamu berubah?”
Sapri tergelak. “Ah maaf-maaf. Aku tadi cuma bercanda. Aku hanya sedikit sibuk dengan kambing dan ayam-ayam ku di rumah. Kambing ku mau bertelur. Ayamku mau melahirkan. Lagian kamu tahu sendiri, aku harus kuliah sambil kerja. Kalo nggak begitu, siapa yang mau bayar biaya kuliah ku.” Sapri sok asik, padahal hatinya sesak.
“Kamu nggak apa-apa?” Risna merasa iba melihat kondisi Sapri.
“Aku tidak apa-apa.” Sapri tersenyum lebar.
Tiba-tiba kekasih Risna datang menghampiri Risna. Sedikit menarik tangan Risna, Risnapun diajak pergi menjauh dari Sapri. Ipul yang melihat temannya dari kejauhan langsung menghampiri Sapri. Ipul memberikan Sapri segelas bajigur rasa lemon.
Sapri meminumnya sampai habis.
“Kamu masih cinta sama Risna?” tanya Ipul.
“Bohong kalo aku bilang enggak.” Sapri melihat Risna dari kejauhan.
-----
Hubungan Sapri dan Risna mulai akrab kembali ketika reunian SMP yang kedua di adakan. Saat itu Risna masih sendiri. Sapri bahkan mengantarkan Risna pulang, karena rumah Risna yang jauh. Kedekatan ini berkelanjut walaupun Risna harus jauh dari Sapri. Karena Risna berkuliah di Semarang. Mereka berdua seperti sepasang LDR, telepon, BBM, Line, WeChat, Whatsapp, Facebook, Twitter, Path adalah teman untuk mereka bercerita.
Saat itu Sapri tahu, Sapri telah jatuh cinta dengan Risna.
Sayang, setiap Sapri jalan bersama Risna. Sapri, sedikitpun tidak bisa mengungkapkan isi hatinya kepada Risna. Pernah, Sapri mencoba mengungkapkan perasaannya lewat Black Berry Mesangger (BBM). Sapri mengirimkan pesan. “Risna, kamu bilang kamu tidak punya pacar. Kenapa kita tidak pacaran saja. Lagian aku suka sama kamu.”
Risna membalas. “Wkwkwkw. Sapri alaaaay :D”
Sapri terkejut, ia pun langsung membalas. “Aku kan nggak alay. Aku serius kok.”
Tapi Risna malah membalas dengan emoticon konyol. “-____-“
Hati Sapri pun to the JLEB! Sapri nggak tahu apa arti emoticon konyol tersebut, tapi Sapri tahu, itu adalah cara Risna menolak orang yang tidak ia sukai. Saat itu juga, Sapri berencana menjauhi Risna dan melupakan Risna. Tapi apa daya, semakin Sapri ingin menjauh, Sapri malah semakin ingin dekat. Ketika Sapri tidak ingin BBM Risna, tapi tangan Sapri mengetik sendiri. Alhasil, Sapri benar-benar jadi bodoh karena Risna.
Sapri telah terjebak oleh cinta setengah hati di dunia Friendzone. Dimana, Sapri bisa dekat, tapi tidak bisa menggandeng tangan Risna. Dimana, ketika Sapri menelepon Risna, sebagai akhiran, Sapri tidak bisa mengucapkan kalimat ‘I Love You’. Meskipun hanya di dalam hati.
Sungguh ironis.
Hingga pada suatu hari. Sapri mendengar kabar, kalo Risna telah memiliki seorang kekasih. Hati Sapri pun remuk, luluh lantah tak tersisa. Sapri tidak percaya akan kenyataan yang menimpanya. Dia adalah orang yang dekat dengan Risna, sedangkan orang lain-lah, yang memiliki hatinya. Sapri menangis, meraung, mirip anjing pudel tetangga. Malam itu, Sapri menghabiskan waktu untuk meratab di bawah jembatan Nusukan, sekalian memancing.
-----
“Kayaknya aku harus ber-hibernasi,” kata Sapri, setelah meneguk 14 gelas bajigur rasa lemon.
“Memangnya kamu beruang?” Ipul yang sudah mabuk bajigur rasa lemon langsung kayang biar tidak muntah.
“Ya, mungkin memang mirip. Kamu tahu, Pul. Beruang membutuhkan waktu yang lama untuk tidur sendirian dan bangun di dalam keadaan yang tepat. Mungkin aku juga harus begitu. Perlu waktu tidur yang panjang dan bangun disaat aku sudah lupa dengan Risna. Bangun, di saat aku sudah tidak peduli lagi dengan perasaan ini.” Sapri melihat Risna tersenyum di seberang.
“Tapi, beruang adalah hewan tangguh yang selalu bertarung ketika musim kawin,” Ipul menambahkan.
“Aku sudah bertarung, dan aku sudah kalah. Untuk itu aku butuh hibernasi panjang untuk hidup sendirian.” Sapri merenung.
“Iya, melihat kondisi mu yang tragis begini, sepertinya kamu memang cocok jadi beruang kesepian. Kasihan sekali. Harus ber-hibernasi di musim kawin.” Ipul mengacak-acak rambut Sapri. Sapri hanya terkekeh dan meninju lengan Ipul.
Risna melihat ke arah Sapri. Sapri hanya tersenyum dan mengangkat segelas bajigur rasa lemon, demi menghormati Risna yang tengah berbahagia dengan ‘Kampret’ kesayangannya.
“Ya, aku hanya butuh hibernasi panjang untuk melupakan, Risna. Seperti beruang kesepian yang tidak menemukan pasangan di musim kawin.” Sapri menggumam dalam hati.
Lalu ada yang tertahan.

“Entah kenapa, aku ingin sekali mengungkapkan di hadapanya, bahwa aku, sangat senang sekali dapat mencintai kamu... Risna...”
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar