Hari ini Sapri sedang ada acara reunian
bersama teman SMP-nya dulu. Sapri datang terlambat karena ia harus memberi
makan ternak-ternaknya. Selain berkuliah, Sapri juga bekerja part time sebagai peternak dan
penggembala kambing. Bagi Sapri, tidak ada yang lebih nikmat selain jerih payah
sendiri.
Karena tahu sudah terlambat,
Sapri pun semakin kencang mengayuh sepeda bututnya. Sapri ngos-ngosan,
keringatnya kemana-mana. Untung betis kesayangannya tidak meledak kayak gas
elpiji 3 KG.
Setelah sampai di rumah Ipul,
salah satu teman Sapri di SMP. Sapri langsung memakirkan sepeda bututnya di
antara mobil-mobil mewah milik teman-temannya. Sapri tidak gengsi, apalagi
malu. Lagi pula, buat apa gengsi dan malu, sepeda butut ini adalah peninggalan
kakeknya yang telah tiada. Sapri selalu bangga dengan sepeda itu.
Ipul selaku pemilik rumah dan
seksi acara, yang melihat Sapri, telah datang, segera menghampiri Sapri dan
memeluk Sapri. Ipul tidak peduli bagaimanapun bau keringat Sapri. Mereka berdua
adalah sahabat dekat di SMP. Suka jauh-jauhan pipis bareng, dan kadang suka
ngintipin rok cewek dari bawah kolong meja.
“Gimana, Pri kabar kamu?” Ipul bertanya
dengan girang.
“Baik kok, Alhamdulillah. Lah kamu gimana kabarnya?”
“Ya, Alhamdulillah sama baiknya. Tapi.., kok, kamu bau wedhus, ya?” Ipul mengendus-endus ketek
Sapri.
“Hehehe.” Sapri nyengir. “Aku
tadi harus ngasih makan ternak ku dulu.”
“Ya Alloh, Sapri, Sapri. Kamu itu
anaknya kolong merat. Kok, mau jadi penggembala wedhus. Padahal bapakmu itu, tukang mebel terkenal. Jokowi aja
langganan mebel di tempat Bapakmu. Udah kayak patnernya Bapakmu, malah. Lah
kok, anaknya jadi penggembala wedhus.”
Ipul menggelengkan kepalanya dengan kencang. Memang benar, Sapri adalah anak
orang kaya. Tapi Sapri tidak ingin membanggakan apa yang bukan miliknya.
“Patner? Memangnya pemain
badminton. Haha.” Sapri bercanda. “Yang kaya itu Bapak ku, bukan aku. Kalo mau
kaya, aku harus berusaha dulu.”
“Yawes terserah kamu. Susah kalo ngomong sama kamu. Sana, dinikmati
dulu makanannya. Salaman juga sama teman-teman yang lain. Oh iya, gebetan mu,
si Risna juga datang. Tapi sayang...” Ipul menarik napasnya dalam-dalam, agak kentut
sedikit, lalu dia meneruskan. “Sayang, dia bawa pacar. Ojo sakit hati, terus bunuh diri ya. Hahaha.” Ipul lalu pergi
meninggalkan Sapri.
Sapri tertegun, tapi matanya
sibuk mencari Risna. Gadis yang pernah ia sukai 2 tahun lalu. Sambil mencari
Risna, Sapri mulai menghabiskan makanan yang ada di meja. Sapri sudah lapar.
Tiba-tiba, ada seseorang yang
menyentuh bahunya. Sapri nengok, mulutnya masih penuh dengan paha ayam.
Ternyata itu Risna. Risna tersenyum kecil. Sapri mangap, paha ayamnya jatuh.
Juh jorok.
“Maaf, ganggu kamu makan,” kata
Risna yang hampir pergi.
“Oh enggak, aku sudah selesai kok.” Sapri buru-buru
membersihkan mulutnya dengan serbet bekas cuci tangan.
“Kamu apa kabarnya. Kok nggak
pernah BBM aku?” Risna menatap Sapri.
Sapri berusaha tegar. “Kenapa aku
harus BBM kamu, kalo kamu sudah punya orang lain yang bisa mendengarkan cerita
kamu? Kenapa aku harus BBM kamu, kalo ada orang yang lebih bisa nemenin kamu di
banding aku? Kenapa harus aku yang BBM kamu duluan, kenapa bukan kamu yang BBM
aku terlebih dulu?” Sapri menghela napas panjang.
Risna terkejut. “Kok kamu
berubah?”
Sapri tergelak. “Ah maaf-maaf.
Aku tadi cuma bercanda. Aku hanya sedikit sibuk dengan kambing dan ayam-ayam ku
di rumah. Kambing ku mau bertelur. Ayamku mau melahirkan. Lagian kamu tahu
sendiri, aku harus kuliah sambil kerja. Kalo nggak begitu, siapa yang mau bayar
biaya kuliah ku.” Sapri sok asik, padahal hatinya sesak.
“Kamu nggak apa-apa?” Risna
merasa iba melihat kondisi Sapri.
“Aku tidak apa-apa.” Sapri
tersenyum lebar.
Tiba-tiba kekasih Risna datang
menghampiri Risna. Sedikit menarik tangan Risna, Risnapun diajak pergi menjauh
dari Sapri. Ipul yang melihat temannya dari kejauhan langsung menghampiri
Sapri. Ipul memberikan Sapri segelas bajigur rasa lemon.
Sapri meminumnya sampai habis.
“Kamu masih cinta sama Risna?”
tanya Ipul.
“Bohong kalo aku bilang enggak.” Sapri
melihat Risna dari kejauhan.
-----
Hubungan Sapri dan Risna mulai
akrab kembali ketika reunian SMP yang kedua di adakan. Saat itu Risna masih
sendiri. Sapri bahkan mengantarkan Risna pulang, karena rumah Risna yang jauh.
Kedekatan ini berkelanjut walaupun Risna harus jauh dari Sapri. Karena Risna
berkuliah di Semarang. Mereka berdua seperti sepasang LDR, telepon, BBM, Line, WeChat, Whatsapp, Facebook,
Twitter, Path adalah teman untuk mereka bercerita.
Saat itu Sapri tahu, Sapri telah
jatuh cinta dengan Risna.
Sayang, setiap Sapri jalan
bersama Risna. Sapri, sedikitpun tidak bisa mengungkapkan isi hatinya kepada
Risna. Pernah, Sapri mencoba mengungkapkan perasaannya lewat Black Berry
Mesangger (BBM). Sapri mengirimkan pesan. “Risna, kamu bilang kamu tidak punya
pacar. Kenapa kita tidak pacaran saja. Lagian aku suka sama kamu.”
Risna membalas. “Wkwkwkw. Sapri alaaaay
:D”
Sapri terkejut, ia pun langsung membalas.
“Aku kan nggak alay. Aku serius kok.”
Tapi Risna malah membalas dengan emoticon konyol. “-____-“
Hati Sapri pun to the JLEB! Sapri nggak tahu apa arti emoticon konyol tersebut, tapi Sapri tahu,
itu adalah cara Risna menolak orang yang tidak ia sukai. Saat itu juga, Sapri
berencana menjauhi Risna dan melupakan Risna. Tapi apa daya, semakin Sapri
ingin menjauh, Sapri malah semakin ingin dekat. Ketika Sapri tidak ingin BBM Risna,
tapi tangan Sapri mengetik sendiri. Alhasil, Sapri benar-benar jadi bodoh
karena Risna.
Sapri telah terjebak oleh cinta
setengah hati di dunia Friendzone. Dimana,
Sapri bisa dekat, tapi tidak bisa menggandeng tangan Risna. Dimana, ketika Sapri
menelepon Risna, sebagai akhiran, Sapri tidak bisa mengucapkan kalimat ‘I Love You’. Meskipun hanya di dalam
hati.
Sungguh ironis.
Hingga pada suatu hari. Sapri
mendengar kabar, kalo Risna telah memiliki seorang kekasih. Hati Sapri pun
remuk, luluh lantah tak tersisa. Sapri tidak percaya akan kenyataan yang
menimpanya. Dia adalah orang yang dekat dengan Risna, sedangkan orang lain-lah,
yang memiliki hatinya. Sapri menangis, meraung, mirip anjing pudel tetangga.
Malam itu, Sapri menghabiskan waktu untuk meratab di bawah jembatan Nusukan,
sekalian memancing.
-----
“Kayaknya aku harus ber-hibernasi,” kata Sapri, setelah meneguk
14 gelas bajigur rasa lemon.
“Memangnya kamu beruang?” Ipul
yang sudah mabuk bajigur rasa lemon langsung kayang biar tidak muntah.
“Ya, mungkin memang mirip. Kamu
tahu, Pul. Beruang membutuhkan waktu yang lama untuk tidur sendirian dan bangun
di dalam keadaan yang tepat. Mungkin aku juga harus begitu. Perlu waktu tidur
yang panjang dan bangun disaat aku sudah lupa dengan Risna. Bangun, di saat aku
sudah tidak peduli lagi dengan perasaan ini.” Sapri melihat Risna tersenyum di
seberang.
“Tapi, beruang adalah hewan tangguh
yang selalu bertarung ketika musim kawin,” Ipul menambahkan.
“Aku sudah bertarung, dan aku
sudah kalah. Untuk itu aku butuh hibernasi
panjang untuk hidup sendirian.” Sapri merenung.
“Iya, melihat kondisi mu yang
tragis begini, sepertinya kamu memang cocok jadi beruang kesepian. Kasihan
sekali. Harus ber-hibernasi di musim
kawin.” Ipul mengacak-acak rambut Sapri. Sapri hanya terkekeh dan meninju
lengan Ipul.
Risna melihat ke arah Sapri.
Sapri hanya tersenyum dan mengangkat segelas bajigur rasa lemon, demi
menghormati Risna yang tengah berbahagia dengan ‘Kampret’ kesayangannya.
“Ya, aku hanya butuh hibernasi panjang untuk melupakan, Risna.
Seperti beruang kesepian yang tidak menemukan pasangan di musim kawin.” Sapri menggumam
dalam hati.
Lalu ada yang tertahan.
“Entah kenapa, aku ingin sekali
mengungkapkan di hadapanya, bahwa aku, sangat senang sekali dapat mencintai
kamu... Risna...”