Sapri telah jatuh cinta kepada Ningsih sejak ia duduk
di bangku PAUD. Sayang, sampai Sapri masuk ke Universitas-pun, Sapri engga
pernah bisa bilang sama Ningsih kalo dia jatuh cinta sama Ningsih saat pertama
kali dia bertemu. Saat itu Ningsih sedang membeli batagor, Ningsih memilih
batagor secara anggun. Jangan salah, sewaktu PAUD, milih batagor itu
perjuangan. Sapri yang mengamati Ningsih berjam-jam langsung jatuh hati.
Cinta anak kecil memang aneh.
Hal paling bodoh yang dilakukan Sapri adalah; Sapri
TULUS, merelakan masa mudanya untuk tidak jatuh cinta kepada siapapun, kecuali
kepada Ningsih. Hatinya sudah tertancap disitu, di hati Ningsih yang paling
dalam. Walaupun Ningsih engga! Sapri menganggap, itu semua adalah sebuah
ketulusan, sebuah keikhlasan untuk mencinta seseorang yang (Sapri harap) akan
jadi orang pertama dan terakhir untuk dirinya.
Itu cuma alibi! Sapri sebenarnya nggak laku!
Sapri dan Ningsih berkuliah di Universitas yang sama. Kampus
mereka membagi 2 asrama. Asrama putra
dan Asrama putri. Jarak keduanya tidaklah jauh. Mahasiswa, hanya boleh pulang
ketika libur semester. Maklum, pemerintahlah, yang membiayayai semua Mahasiswa
yang berkuliah di Universitas ini.
Malam ini adalah tahun kedua Sapri berkuliah.
Biasanya, sebelum menempuh semester baru, banyak Mahasisiwa yang berkencan
dengan pacar atau teman-temannya untuk berkaraoke. Karena penat, Sapri akhirnya ikut menemani kawan sekamarnya karaokean.
Sapri nggak sadar, bahwa malam ini, Semesta akan
berkonspirasi untuk mempertemukan cinta pertamanya.
Ya, Ningsih.
Ditempat lain. Ningsih yang juga jomblo, tidak menolak untuk diajak pergi bersama temannya. Ningsih juga penat di kamar. Ningsih dan Sapri
nggak tahu, selain Semesta yang berkonspirasi, gue sebagai penulis juga
ikut andil, supaya mereka berdua di pertemukan ditempat karaoke.
“Makasih!” kata
Sapri kepada gue.
“Oke, Pri..
lanjutkan.”
Jreng-Jreng..
Sapri Dan Ningsih bertemu pada malam itu.
Ningsih
Paramita Minarsih.
Ningsih tumbuh menjadi seorang wanita yang sangat
anggun, lebih anggun dari pada saat dia memilih batagor sewaktu kecil. Karir
Ningsih di Kampus juga sangat baik. Ningsih selalu terpilih menjadi perwakilan
kampus untuk mengikuti pertandingan menari. Menari adalah bakat yang dimiliki
Ningsih sejak kecil. Dua bulan lagi Ningsih juga akan mengikuti lomba menari. Ningsih
adalah wanita yang cukup populer. Sampai-sampai, banyak Mahasiswa dari Kampus
lain mengincar Ningsih.
“Gue nggak
bakalan kalah,” batin Sapri semangat.
“Bukan
sekarang!”
“Maksudnya?”
Sapri Ahmad
Sutoyo.
(Sapri adalah makhluk megantropus yang biasa ngobrol sama gue dicerpen ini. Jadi kalo gue sama Sapri ke asikan ngobrol dan ganggu kalian. Gue mohon maaf sebesarnya). Berbeda dengan Sapri. Sapri yang hidup sederhana malah
suka berteman dengan Abang tukang bakso, Abang tukang Siomay, Abang-abang es
dawet, Abang tukang becak dan masih banyak lagi kaum bawah yang menjadi teman
Sapri. Bukannya Sapri miskin atau enggak populer. Bukannya Sapri ingin makan
dan minum gratis atau numpang nebeng secara terus menerus. Tapi... Itu semua
karena Sapri percaya, ketika teman-temannya sukses nanti. Dia adalah orang
pertama yang akan membeli saham-saham mereka. That’s cool Man...
------
Malam semakin larut. Sapri harus menerima nasib dengan
melihat Ningsih bernyanyi bersama laki-laki yang baru dia kenal. Sapri tahu,
satu hal yang nggak bisa dia imbangi. Tampang laki-laki itu lebih keren dari tampangnya.
Sakit memang, tapi, Sapri tahu, laki-laki itu bukanlah laki-laki baik. “Padahal Indra udah punya cewek!” batin
Sapri, kesel.
Indra
Sudiro.
Indra adalah cowok yang pernah jadi teman satu sekolah Sapri sewaktu SMA dulu.
Wajah Indra tampan, body-nya berotot,
anak orang kaya. Bapaknya jualanan tempe sampai ke Jepang. Ibunya punya pabrik
kecap terkenal. Indra memang sangat kaya. Apapun dia punya. Mulai dari apartemen
mewah, mobil mewah, tamaghoci mewah, yoyo mewah, apapun serba mewah.
Sedangkan Sapri, dia hanyalah pembeli saham es dawet.
Jauh.
Dengan hati yang remuk. Sapri menyanyikan sebuah lagu.
Matamu stereo
Lihat ke kiri ke kanan
Apalagi menawan
Pasti bakal kebobolan
Tapi ada satu
Hal yang harus kamu tahu
Wanita juga tak mau
Bila terus-terus kau tipu
Satu pasangan tak cukup
Dua simpanan juga tak cukup
Emang dasar, ah emang dasar
Eh dasar kau bajingan
Kamu mau apalagi
Kamu mau yang gimana lagi
Ah emang dasar, emang dasar
Eh dasar kau bajingan!
Merasa terusik dan nyadar kalo lagu ini ngena banget
sama sifat aslinya. Indra sengaja ngajak Ningsih pergi meninggalkan acara
ngumpul-ngumpul. Indra udah ada niat nggak baik...
“Maksudnya
niat nggak baik gimana?” tanya Sapri kepada gue.
“Bawel lu.
Kalo gue kasih tahu sekarang nggak bakalan seru!”
“Ah pelit!”
“Ye, kuya!
Gue ganti lu jadi pemeran pengemis. Mauk?!”
“Ampun
Bos-Ampun!” Sapri nyembah kaki gue.
“Udeh!
Diem..”
-------
Acarapun selesai. Sapri pulang dengan langkah gontai.
Ditempat lain. Ningsih dan Indra sedang bergandengan
tangan, jalan berdua. Langit juga penuh bintang, membuat pasangan baru ini
semakin romantis. Malam ini, Ningsih merasakan, hangatnya cinta sesaat diantara
mereka. Indra lalu berhenti disebuah hotel tua. Hotel yang bisa dikatakan adalah
tempat + + (baca: plus-plus/esek-esek).
Ningsih kaget!
Tapi, sekalai lagi. Indra adalah playboy berdarah
dracula yang pintar menghipnotis mangsanya. Dengan sedikit tatapan dan sentuhan
hangat. Indra berhasil menyakinkan Ningsih untuk menginap di hotel ini. Berdua.
Malam ini. Sekamar.
SENSOR!
--------
Keesokan harinya. Setelah selesai melakukan. Indra
berkata. “I love you. Percaya padaku.
Aku pasti selalu ada buat kamu.” Indra mencium kening Ningsih dengan lembut.
Tersenyum licik. Rasa perawaan memang
beda, batinnya keji.
Ningsih membalas. “Ayo kita pulang.”
Indra mengantarkan Ningsih sampai di asramanya.
Sapri melihat Indra dan Ningsih keluar dari Hotel
Cinta.
“Lu bilang
mau jagain Ningsih?” protes Sapri ke gue. “Tapi kenapa lu biarin Indra kurang
ajar sama Ningsih!!! Kenapa?!”
“Sorry.
Tapi...“ Gue tepuk pundak Sapri. “Sekarang giliran lo!”
“Maksudnya?”
--------
2 bulan kemudian.
Dua minggu sebelum kompetisi menari tahunan.
Ketika Ningsih berlatih, Ningsih merasakan nyeri tak
tertahankan di bagian perutnya. Bukan! Ningsih bukan kebelet boker atau salah makan. Ningsih lalu, izin kepada mentor menarinya untuk pergi ke
Dokter. Belakangan ini Ningsih juga sering muntah-muntah. Perutnya sering mual.
Di dalam ruangan Dokter. Dokter berkata. “Selamat,
usia kandungan Anda sudah memasuki dua bulan.” Dokter tersenyum. “Kalo boleh
tahu. Lalu dimana Ayahnya?”
Ningsih malah nangis. Dokter dan Suster menepuk bahu
Ningsih. Menenangkan. Mereka semua tidak tahu, apa yang sebenarnya terjadi
kepada Ningsih. Anak ini, belum mempunyai Ayah yang pasti.
Ningsih berjalan dengan gontai. Air matanya masih
mengucur deras. Kalo Jakarta banjir. Ini semua bukan salah Ningsih. Ningsih
pergi ke arah apartemen Indra. Dia menjelaskan kepada Indra apa yang sedang
terjadi. Ningsih menangis, tidak beraturan. Isak tangis yang memilukan.
Ningsih adalah anak pertama dan satu-satunya. Dia adalah
seorang anak yang selalu di banggakan kedua orang tuanya karena prestasinya
menari. Namun, sekarang, Ningsih telah membuat semuanya berubah. Berbeda. Dan tidak
akan pernah lagi sama. Ningsih telah bertindak bodoh. Cinta, menutup
matanya. Cinta, membutakan mata Ningsih. Cintanya, membodohinya.
Dengan santai, Indra memberikan Ningsih sebuah ATM.
Ningsih menatap tidak mengerti.
“Gugurin,” jawab Indra. Cuek. “Gugurin sebelum kandungan
kamu semakin besar. Aku belum siap jadi seorang ayah.”
Mulut Ningsih menganga. Ada sesuatu yang ingin segera
iya muntahkan tepat di muka Indra. Kekasihnya yang bajingan. Ningsih menampar
pipi Indra dengan keras. Dua kali. Tepat di sebelah kiri dan kanan. Ningsih mengambil
ATM yang masih Indra pegang. Mematahkannya menjadi 4 bagian. “BRENGSEK!” umpat
Ningsih yang langsung berjalan keluar apartemen.
Indra cengengesan.
Ningsih berjalan sambil menangis. Dia sadar akan
kebodohan yang telah ia perbuat. Bodoh
bodoh bodoh. Umpatnya dalam hati. Sekali lagi Semesta berkonspirasi.
Ningsih berhenti di Indomaret tepat Sapri sedang bekerja paruh waktu. Sapri
adalah anak mandiri yang harus mencari uang jajannnya sendiri.
Sapri melihat Ningsih menangis.
“Kamu kenapa?” tanya Sapri kepada Ningsih. Sapri
membawakan sebuah air mineral dingin. Memberikannya kepada Ningsih. “Minum
dulu..”
Gleg-gleg-gleg langsung habis. Sapri terperanjat.
GILE, Ningsih mirip unta. Minumannya langsung habis. Ningsih kehausan, dia
sudah mencoba mengeluarkan banyak tenaga untuk membuang semua emosinya.
“Kamu bisa bantu aku sekarang?” tanya Ningsih cepat.
“Bantu apa?”
“Bisa enggak?!” bentak Ningsih.
“O-oke bisa?!”
Sapri nggak banyak mikir, mungkin ini adalah kencan kebut. Batinnya.
--------
Di depan rumah Dukun Beranak. Ningsih langsung
bertekad untuk menggugurkan kandungannya saat ini juga. Ningsih nggak mau
keluarganya tahu. Ningsih nggak mau bapak ibunya sedih. Sapri yang nggak tahu
apa-apa gemeteran nungguin Ningsih di ruang tunggu. Baru sekali diajak kencan,
eh, beloknya ke Dukun beranak. Batin Sapri campur aduk. Bingung, mau sedih apa
seneng.
Setelah menjelaskan panjang lebar. Ningsih langsung di
operasi dengan cekatan oleh dukun beranak yang sudah terkenal melalui akun Twitter, Facebook, dan Instagram-nya.
Hampir seluruh Dunia tahu, kalo Dukun Beranak di Indonesia sangatlah terkenal.
2 jam kemudian.
Ningsih berjalan keluar dengan lemas. Dia di bopong
oleh ajudan Dukun Beranak, menghampiri Sapri. Sapri bergegas menangkap Ningsih
yang hapir terjatuh. Wajahnya pucat. Bibirnya pecah-pecah. Sapri mikir, apa mungkin Ningsih panas dalam. Ah engga
mungkin. Kalo panas dalam, kenapa harus pake teriak-teriak pas di dalam sana! Terlalu
banyak mikir. Sapri langsung membawa Ningsih ke rumah sakit terdekat.
Di rumah sakit. Sapri menemani Ningsih yang terbaring lemas
di dalam ruangan rawat inap. Sampai tiga hari kedepan Sapri masih setia nunggu
Ningsih. Sapri juga menyuapi Ningsih makan. Mengelap semua keringatnya. Dan sebisa
mungkin mencoba menghiburnya. Walaupun sebenarnya, Sapri ngerasa berat hati
melihat kondisi wanita yang ia cintai lemas tak berdaya.
Saking harunya, Ningsih tiba-tiba menangis. Ningsih
berpikir. Kenapa dia tidak melihat Sapri sejak dulu. Kenapa cintanya hanya
dibutakan oleh sedikit rasa nyaman yang menyakitkan. Apa cintanya tidak dapat
melihat dengan jelas. Mana sosok yang benar-benar anggun untuk dimiliki.
Selamanya. Bukan sesaat ketika kenikmatan adalah sarana portitusi dari cinta.
Ningsih semakin sadar dan terus menangis.
Sapri bodoh tiba-tiba ikut menangis. “Nggak. Gue engga boleh sedih di depan
Ningsih. Gue harus tegar. Gue harus terus ngasih dia semangat. Gue harus
menghibur dia. Apapun itu! Apapun itu” Tekad adalah salah satu kekuatan
manusia. Apalagi yang di dalamnya terdapat cinta sejati.
Sapri mengelap air matanya sebisa mungkin. “Kamu tahu,
kenapa cowok benci ngeliat cewek nangis?” tanya Sapri ke Ningsih. Sapri malah
ngajakin main tebak-tebakan.
“Enggak tahu?” Ningsih menjawab sambil mengelap air
matanya.
Sapri bilang. “Karena.. cewek jelek kalo nangis. Hehe.”
Sapri ketawa. Godain.
Ningsih cemberut, tetapi tertawa hebat setelahnya.
Sapri berhasil melebarkan senyum Ningsih. Senyum yang bukan miliknya, tapi ada
buatnya.
------
2 minggu berlalu. Kompetisi menari dimulai.
Ningsih dengan sekuat tenaga menari dengan bahagianya.
Setelah Sapri mencoba untuk melarang Ningsih menari, akhhirnya Sapri pasrah. Memperbolehkan
Ningsih menari. Sapri tahu, kalo Ningsih belum sembuh total. Tapi. Hati Sapri
harus rela, karena dia tahu, kebahagiaan Ningsih adalah kebahagiaannya.
Di bangku tribun paling depan, Sapri hanya melihat
Ningsih, dengan tatapan haru. Memberikan dukungan. Ini kali kedua Sapri
menangis melihat wanita yang ia cintai dapat menari lagi dengan gemulai dan
indah.
Ningsih melihat si bodoh Sapri.
Sudah dua dua minggu ini dia di asuh, di temani, dan
di rawat oleh Sapri. Ya, cinta adalah asuhan tangan Tuhan. Itu untuk mereka
yang tahu. Tuhan selalu mengasuh semua orang, tidak ada perbedaan, sama kasih.
Dan Sapri adalah manusia yang dikirim Tuhan buat Ningsih untuk mengisi
kekosongan hidupnya. Dimanapun Sapri, ia selalu setia disini. Di samping
Ningsih. Selalu ada. Menemani. Menjaganya.
Ditengah tarian. Ningsih ikut menangis.
Selesai menari, Ningsih langsung berlari ke arah kamar
mandi. 30 menit berlalu. Ningsih masih saja berada di kamar mandi. Dengan cepat
Sapri masuk ke dalam kamar mandi perempuan. Dia menemukan Ningsih dalam keadaan
terkulai lemas. Penuh dengan darah. Ningsih bilang. “Aku pendarahan.”
Panik.
Sapri mengangkat. Menggedong Ningsih dan berlari
sekencang mungkin menuju ke Rumah Sakit terdekat sambil berteriak. “Bertahanlah.
Jangan mati. Jangan mati. Aku mencintaimu. Bertahanlah.. karena aku
menyayangimu. Aku mohon bertahanlah.”
Padahahal Ningsih pingsan.
Sesampainya dirumah sakit, Ningsih langsung dibawa
keruang UGD. Sapri menunggu dengan setia. Menunggu, dan lagi-lagi cuma mewek.
Baru kali ini Sapri jadi cengeng dan rapuh. Serapuh batang sereh yang sebentar
lagi masuk ke dalam wajan penggorengan. Dia berteriak dan melumuri pipinya
dengan air mata. Suster menggeleng hebat.
Sapri berjalan ketempat dimana semua teman-temannya
merayakan kemenangan atas lomba menari. Bukan!!! Ningsih nggak menjadi juara,
jadi ini bukan perayaan untuknya. Melainkan ini adalah perayaan untuk pacar barunya
Indra yang juga ikut kompetisi menari. Ya, sebelum sama Ningsih Indra memang
masih punya pacar. Dan pacarnya juga adalah atlet menari. Sapri buta. Dia
melihat Indra dengan tatapan yang luar biasa bencinya. Maha dahsyat marah.
Murka. Sekarang saatnya dia belajar, batin Sapri. Ngamuk.
Sapri berlari. Ia langsung memukul Indra di tengah
kerumunan. PANG-PUNG-PANG-PUNG “Dasar brengsek! Keparat! Kuda liar! Kambing
jantan! Manusia Setengah Salmon! Marmut Merah Jambu!” Semua nama buku Raditya
Dikka dia ucapin. Sapri emang gendeng.
Bisa-bisanya salah mengumpat. Dasar.
Sapri masih melanjutkan. “Cinta itu buka permainan
bodoh!!! Sekarang Ningsih sekarat. Ia sedang dirumah sakit karena kelakuanmu
yang tidak bertanggung jawab! Dia pendarahan karena menggugurkan anakmu
bajingan.” Semua orang menganga. PANG-PUNG-PANG-PUNG.
Sapri masih aja mukul Indra. Tangannya penuh dengan darah.
Pasrah, dengan perasaan mau tidak mau. Indra akhirnya
mau menjenguk Ningsih di rumah sakit. Dia ingin meminta maaf atas segala
kesalahannya.
Tapi Sapri tidak ikut.
Dia menghabiskan waktunya untuk sendiri. Jika ia mampu
menggantikan semua luka Ningsih, maka Sapri akan menggantikan Ningsih. Tapi
Sapri sadar, kalo cowok nggak bisa pendarahan kecuali setelah di tusuk pisau.
Sapri menelan ludah. Dongo.
“Jadi manusia
bego amat sih lu Pri?! Udah gitu cengeng lagi!”
“Maaf
komandan. Gue lagi terharu,” jawab Sapri.
“Iyadeh
lanjutin meweknya.”
Sapri makin
kenceng nangis.
-----
Satu bulan kemudian.
Kondisi Ningsih kini mulai membaik dan hampir dalam
kondisi sembuh total. Ningsih ingin menemui Sapri yang sedang berada di kantin
kampus. Ningsih tahu Sapri ada di kantin karena Sapri habis update status lewat
4Squere.
Ada perasaan malu dan bahagia ketika melihat wajah
Sapri belepotan sambel. Sapri mempersilahkan Ningsih duduk. Teman-teman Sapri
minggat. Sapri stay cool. “Terimakasih kamu telah menjagaku disetiap malam yang
aku lalui dengan rasa takut. Terimakasih untuk semua waktu yang kamu berikan
untukku. Dan terimakasih telah melindungi ku, disaat aku hanya bisa terbaring
lemas tak berdaya. Sekali lagi terimakasih,” kata Ningsih.
“Terimakasih juga telah datang untuk menemui pria
bodoh yang mencintai wanita sesempuna dirimu. Terimakasih karena kamu nggak
pernah marah dan mengeluh atas segala kelakuan bodoh ku. Terimakasih karena
kamu memperbolehkan aku untuk menyentuh tanganmu disaat kamu ingin berdiri.
Sesungguhnya, tanganku hanyalah kotoran dan noda yang akan mengotori dirimu. Terimakasih
juga karena kamu memperbolehkan aku datang untuk menjenguk kamu setiap hari. Setiap
waktu. Disamping kamu. Aku sering memasakkan makanan yang sama sekali nggak
enak dan mungkin nggak ada rasanya. Tapi kamu masih mau memakannya.” Sapri
menghela napas panjang. Menatap Ningsih penuh arti. “Nggak ada lagi yang dapat
aku berikan selain waktu dan perhatianku buat kamu. Aku cuma manusia biasa.
Sama hinanya dengan yang lain. Tidak ada kata sempurna. Sekali lagi maaf.”
Ningsih memeluk Sapri. Hangat.
Sapri mulai kurang ajar dengan memonyongkan bibirnya.
“STOP! Lu
mau gue jadiin pengemis ya?! Ini di kantin. Dasar buaya Afrika. Nggak jauh beda
lu sama Indra. Suka nyari kesempatan.”
“Maaf bos.
Waktunya pas banget ini.”
“Lu
monyongin lagi bibir lu. Gue sambit bibir lu make pisau cukur ketek! Ayo!”
Sapri nggak berani. Bibirnya langsung ia katupkan.
Manyun.
345 hari kemudian, Sapri baru berani nembak Ningsih. Sapri
baru berani bilang sama Ningsih ketika teman-temannya bilang kalo Ningsih akan pindah
ke kampus lain tahun depan. Teman-teman Ningsih dan teman-temannya Sapri udah sekongkol
untuk ngebuat mereka berdua jadian. Ya, endingnya cukup mengharukan. Setelah
sekian lama Sapri memendam perasaanya. Akhirnya mereka berdua bisa pacaran. Gak ada yang nyangka. Bahkan gue sebagai penulisnya, gak nyangka kenapa Ningsih bisa mau sama Sapri. Hahaha. Cinta itu konyol.
TAMAT.
-----
Baru kali ini gue kepingin jadi manusia yang mirip Sapri.
“Thanks Bos..”
“DIEM LU!!!”
“. . . .”
Oke gue ulangi. Baru kali ini gue ingin menjadi
seorang Sapri. Sapri mengajari gue untuk menjadi bodoh demi mencintai sesuatu
yang benar. Sapri membuat gue sadar. Dalam cinta, menerima itu lebih berat
dibanding memberi. Sapri harus menerima keadaan Ningsih yang luar biasa lemah.
Sedangkan Ningsih hanya memberikan sedikit sisa hidup yang ia punya untuk Sapri.
Sapri punya nyali besar untuk jatuh cinta kepada Ningsih. Ya.. orang-orang yang
bernyali besar saja yang mampu jatuh cinta. Dengan siapapun itu. Dengan
ketulusan itu. Tanpa Pamrih. Tanpa keinginan lain selain kebahagiannya.
Kali ini gue mau Sapri sendiri yang ngomong. Capek gue
ngetik terus.
“Oke Bos,
makasih atas waktu yang sudah Bos kasih. Gua mau kalian semua tahu. Kadang,
cowok nangis bukan berati ia cengeng, melainkan ia hanya mengeluarkan semua
beban dan rasa sakit yang berada didalam dihatinya.”
“Kalo itu
cuma alibi lo doang kampret!”
“Hehehe.
Maaf Bos. Gua lanjutin ya.”
“Awas lo
kalo alesan lagi!”
Sapri melanjutkan. ”Cinta
yang meneteskan air mata adalah sebuah perasaan yang jarang dimiliki seorang
pria, bahkan mungkin perasaan ini hanya dimiliki wanita. Kalian adalah manusia
paling beruntung jika ada orang yang ikhlas menangis demi kalian. Dan kalian
sedikitpun nggak tahu alasannya. Kenapa dia bisa menangis. Dan yang paling
mengharukan dari cinta itu sendiri adalah ia mampu menerima segala kekurangan.
Cinta itu apa adanya, bukan ada apanya. Ya, Love is Zero. Cinta itu nol. Cinta itu kosong. Nggak ada apa-apanya.
Kecuali untuk hati yang ikhlas menerima. Kita bisa ngebuat cinta kita sendiri
karena cinta itu kosong. Love is Zero.
Tuhan sudah memberikan kita kenikmatan untuk membuat cinta kita sendiri yang
kosong. Jadi kita bisa mengisi segala hal yang kita mau. Apapun yang kita mau.
Mulai sekarang, jangan pernah.. pernah.. pernah takut untuk jatuh cinta kepada
siapapun. Karena kata Bos gue, dibutuhkan nyali besar untuk jatuh cinta. Sekian.”
“Thanks
Pri..”