Pukul sebelas malam.
Gue duduk dilantai Alfamart yang sudah tutup sejak pukul 10 tadi. Mata gue masih fokus ke jalan raya yang mulai sepi. Langit gelap tanpa bintang. Angin malam menusuk tulang rusuk. Sepi. Hening. Gue mendesah pelan. Lalu menghisap sebatang rokok dalam-dalam. Memberikan asapnya ke udara. Buyar. Hilang. Terbawa angin. Gue melihat ke samping kiri. Coklat Silver Queen masih terbungkus rapi. Gue nggak tahu kenapa tadi membeli coklat ini.
Pikiran gue hanya menerawang jauh. Kembali pada awal kami bertemu.
Gue nggak tahu harus kemana lagi.
SCANE #1
Gue dan dia bertemu di TM (technical meeting) Ospek Kampus. Saat itu
dia akan mengikuti kegiatan Ospek Mahasiswa baru. Dia memakai baju warna putih,
celana jeans hitam, rambutnya sebahu lebih, pipinya chubby, kulitnya putih bengkoang.
Rambutnya yang dibiarkan terurai memberikan kesan seksi.
Dia bersama
kelompoknya duduk bergerombol membentuk sebuah lingkaran. Ada beberapa hal yang
sedang mereka diskusikan, terutama masalah barang yang akan mereka bawa. Acara
ospek tahun ini (2014) diadakan di Bumi Perkemahan Cakra Pahlawasri,
Karanganyar, hampir sama dengan ospek-ospek tahun sebelumnya, konsep dan acarapun
nggak jauh berbeda. Gue dan Dewan Eksekutif Mahasiswa senior hanya duduk dan
mengawasi mereka dari depan.
Teman gue Ijah sekaligus Ketua
Pelaksana Ospek, menyenggol bahu gue. “Kay lihat deh.” Ijah melirik dia yang
sedang duduk tidak jauh dari kami. Di kampus gue suka dipanggil Rizkay.
“Kenapa?” tanya gue bingung.
“Cakep.”
“Iya, jidatnya eksotis.” Gue
cengengesan. Waktu itu gue nggak kenal siapa dia. Setelah gue lihat daftar
kelompoknya. Gue tahu, namanya adalah Ningsih. Acara Ospek emang biasa
dimanfaatin senior-senior jomblo untuk TP (tebar pesonan). Sekalian ngospek,
sekalian nyari jodoh, pesan Ijah yang baru putus dari mantannya.
Pulang dari TM, temen gue
Tulang BBM gue, dia bilang, dia naksir sama Ningsih. Dia juga minta tolong
untuk mintain nomor telepon Ningsih dari teman sekelompoknya. Gue menghela
napas. Waktu suka lucu. Dipertemukan, tapi harus mundur karena temen.
---
10 November.
Ospek berjalan dengan baik,
tapi ada juga Mahasiswa baru yang sengak. Gue diceritain sama temen-temen kalo
mantan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa ditiup pakai asap rokok sama Mahasiswa
baru. Anak kayak dia mungkin lahir dari batu, nggak pernah diajari sopan santun
sama bapak ibunya. Mungkin otaknya ketinggalan nggak kebawa pas kesini. Bahkan
temen gue bilang dia bawa mobil sendiri, pakaiannya rapi, pakai kaca mata
hitam. Udah kayak tunanetra yang mau mijitin orang. Makhluk satu ini bahkan nggak mengikuti aturan Ospek yang panitia siapin. Sialan!
Waktu itu gue dan senior
yang lain sedang nggak ada ditempat kejadian. Jadi gue nggak hapal gimana
makhluk kampret yang kurang ajar itu tadi. Teman gue yang emosi langsung ngusir
dia pulang. Kami juga berencana ngikutin dia Ospek di tahun 2015. Paling
juga kami goreng kalo tahu siapa orangnya.
Ditutup dengan Upacara Hari
Pahlawan yang jatuh tanggal 10 November. Ospek Mahasiswa baru-pun akhirnya selesai.
Tepat ditanggal itu juga gue berulang tahun. Selesai upacara gue langsung bergegas
kabur. Gue tahu, pasti ada manusia-manusia sesat yang akan ngerjain gue. Baru
juga setengah jalan, kepala gue udah dilempari tepung sama temen-temen. Ada
juga teman yang nyiram gue pakai air bekas cebok. Dilempari es teh. Dan nggak
ketinggalan, ada yang ngelempar gue pakai pete. Waktu itu gue mau pura-pura
mati aja daripada harus berhadapan dengan pete kampret!
Sambil menunggus bus pulang,
gue yang malas mandi akhirnya membersihkan sisa tepung dikepala dan bahu gue
menggunakan air seadanya. Beberapa menit gue bersihin diri didepan kaca spion
motor. Tiba-tiba Ningsih berjalan pelan ke arah gue, dia datang dengan baju
lusuh karena ospek dua hari satu malamnya. Gue sempat kagum dengan jilbab yang
dia pakai, Ningsih memakai jilbab berwarna ungu tua, dia juga membawa ember
dengan banyak peralatan di dalamnya. Bagi gue, Ningsih lebih cantik pakai
jilbab.
Ketika mendekat, Ningsih
bilang. “Apa boleh?”
“Iya boleh kok,” kata gue
canggung.
Ningsih lalu membersihkan
kepala gue dengan hati-hati. Gue mikir jangan-jangan dia mau balas dendam
setelah gue ngospek dia. Dia udah nyiapin telur busuk yang udah ada sejak 200
tahun yang lalu, setelah gue mau bilang makasih, dengan rasa balas dendam yang
menggebu-gebu, dia akhirnya nyeplok telur dikepala gue.
Kenyataanya, dia hanya membersihkan
sisa tepung yang masih menempel di kepala dan bahu gue. Dia tersenyum kecil. Gue makin canggung
setengah mati.
“Kamu bus nomer berapa?” tanya
gue basa-basi biar nggak canggung.
“Aku nomer 2,” jawabnya. “Kamu
naik apa, Mas?”
“Aku naik motor.”
“Boleh bonceng?” tanyanya.
“Suka mabuk kalo naik bus.”
Gue hening. Sadar. Kemudian
melanjutkan. “Eh, maaf. Tapi aku sudah sama temen.” Lagi-lagi, waktu emang
keren. Setelah ospek yang melelahkan ini. Gue dan dia tetap nggak bisa naik
motor bareng. Sekali lagi, waktu belum berkonspirasi untuk gue dengan dia. Jujur
gue nyesel. Tapi mau gimana lagi, masak iya temen gue mau gue tinggal.
Gue cuma bisa menghela napas
panjang. Kali ini rasanya sesak.
Pulang dari Ospek, hujan turun dengan deras mengakhiri perpisahan kami berdua.
SCANE #1 CLOSING