Disela-sela merapikan kulkas yang isinya penuh dengan macam-macam buah. Nyokap gue tiba-tiba datang dengan membawa sekranjang apel fuji berwarna merah kekuning-kuningan yang telah ia cuci. Beberapa hari ini rumah gue banyak kedatangan tamu, soalnya bokap gue sendiri habis kecelakaan. Ditabrak orang yang tidak bermartabat, sampai tulang rusuknya retak. Ada juga beberapa jahitan diplipis mata sebelah kanan dan bagian kepala depan dan belakang. Bokap gue memang sempat dirawat inap dirumah sakit selama 4 hari. Dan sekarang, selama bokap belum masuk kerja, banyak orang yang berdatangan untuk menjenguk. Lalu gimana orang yang nabrak bokap gue? Si Kampret cuma bisa kabur. Gue menahan emosi ketika membayangkannya lagi.
"Kemarin, pas bapak kecelakan. Kamu gak ngabarin dia ya?" tiba-tiba Nyokap gue bertanya sambil memasukkan apel fujinya ke dalam kulkas.
"Iya mah, kok tahu?" tanya gue.
"Kalo dia tahu, pasti dia nyempetin diri untuk jenguk bapak mu," jelas nyokap. "Kalian masih berhungan baik kan?"
"Masih kok masih," sahut gue. "Kemarin aku sungkan bilangnya. Takut bikin dia khawatir."
"Anak cowok sekarang memang suka gengsi, ya. Kayak bapakmu. Kalo butuh apa-apa selalu ditahan sendiri. Padahal maunya kamu, dia jenguk bapak kan."
Gue nyengir. Membenarkan dalam hati.
"Sekuat-kuatnya laki-laki. Dia juga bakalan lemah didepan wanita yang dia sayang. Segalak-galaknya bapak kamu dikantornya. Di depan Mama, dia gak bisa apa-apa. Iya kadang bapak kamu suka ngambek. Tapi gak pernah lama. Hatinya selalu luluh di depan mama."
Lagi-lagi gue membenarkan apa kata nyokap dalam hati.
"Terus sekarang dia dimana, dirumah apa dikosan?"
"Kalo gak salah dia lagi naik gunung, mah, bareng temen-temennya," jawab gue sambil membantu nyokap merapikan apel yang ada di dalam kulkas.
"Bagus-bagus, pas banget," kata Nyokap gue girang. "Kalo gitu, kamu bawa beberapa buah sama kue, ya, kasihin ke dia. Orang naik gunung pasti keluar banyak tenaganya. Dia harus fit lagi."
"Tapi mah," gue mencoba menolak. Sementara nyokap sudah memasukkan beberapa apel dan jeruk ke wadah.
"Aku bingung gimana ngasihinnya," jelas gue, gugup.
"Tinggal dikasihin aja. Emang apa susahnya?"
"Susahlah mah, ntar akunya ganggu dia pas istirahat."
"Ya ngasihinnya jangan malam-malam."
"Taaapiii maaaah?!"
Nyokap tidak mendengar pembelaan gue, dia hanya mengerling kecil. Gue menatap nyokap berlalu meninggalkan gue dengan wadah berisi buah.
---
Sepulang latihan, gue mengirimkan 3 pesan untuknya. Karena gue gak mau, datang tiba-tiba lalu diteriaki maling kutang sama dia. Gue meminta izin untuk datang ke tempatnya. Dia membalas dengan baik.
Sewaktu gue bertemu dengan dia, tatapan gue untuknya tidak pernah berubah. Gue masih sayang dia. Karena gue datang mengenakan masker, dia meminta gue untuk melepasnya. Karena ada temennya, gue jadi sungkan. Gue gak mau nampilin wajah menyedihkan ini dihadapannya.
Tapi gue bahagia sekali. Ketika gue bertemu dia, gue bisa melihat kebahagiaan dan kehangatan dari dalam matanya. Gue belum pernah melihat wanita secantik dan selembut dia. Ya, bagi gue. Melihat dia lagi bisa membuat gue jatuh cinta seperti awal kami bertemu. Gue masih menyukainya.
Dalam hati, gue mulai meyakinkan diri. Gue harus jadi hebat untuk dia apapun yang akan terjadi nanti. Gue tahu dalam ucapannya yang dingin, ada perhatiannya yang besar. Gue tahu itu. Karena kami pernah saling mencintai untuk saling merelakan.